Pada penulisan kali ini saya akan membahas mengenai
kebudayaan yang disebarkan oleh wali songo . Dan dalam penulisan ini bahwa
sangat erat sekali keterkaitan antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan.
Menunjukkan bahwa pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan dan hanya
terlaksana dalam masyarakat. Islam masuk di Jawa karena pengaruh Walisongo dan
pesanteren melalui jalur pendidikan. Kebutuhan akan pendidikan masyarakat
mendorong untuk mentranfer lembaga agama dan lembaga sosial kedalam lembaga
pendidikan.
Dan kehebatan sufi di Jawa mampu meyerap elemen-elemen
penting budaya lokal dan asing tetapi masih berdiri tegar prinsip-prinsip Islam
.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14.
Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah,
dan Cirebon di Jawa Barat.Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Dari nama para Walisongo tersebut,
pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang
paling terkenal, yaitu:
|
|
|
-
Masuknya
Islam di Jawa
Secara historis, walisongo marupakan tokoh penting dalam
penyebaran islam ditanah pada abad 15-16 yang telah mengkombinasikan
aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.Walisongo
tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai
keterkaitan erat. Bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru murid.
Dalam penyebaran agama islam kesembilan wali
antara lain : Maulana Maalik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus,Sunan Muria, dan Sunan
GunungJati ini mempunyai peran yang unik. Mulai dari maulana malik ibrahim yang
menempatkan diri sebagai “ tabib”. Bagi kerajaan hindu majapahit, sunan giri yang disebut para
kolonias sebagai “ paus dari timur’. Hingga sunan kalijaga yang menciptakan
karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat jawa,
yakni nuansa hindhu dan budha. Para santri jawa berpendapat bahwa Walisongo
adalah pemimpin umat yang sangat saleh dan dengan pencerahan spiritual religius
mereka, bumi jawa yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar
terang.3
Era walisongo adalah
era berakhirnya dominasi hindu-budha dan budaya Nusantara untuk digantikan
kebudayaan islam . Mereka adalah simbol penyebaran islam di hindhu khususnya di jawa, tentu banyak tokoh lain
yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan
kerajaan islam di jawa. Juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara
luas serta dakwah secara lngsung membuat sembilan wali ini lebih banyak disebut
dibanding yang lain.
-
Pendidikan
di Jawa sesudah masuk islam
Sejarah awal perkembangan Islam
Pendidikan menjadi prioritas utama masyarakat Islam Indonesia. Disamping karena
besarnya arti Pendidikan, kepentingan islamisasi mendorong Umat Islam
melaksanakan pengajaran Islam kendati dalam sistem sederhana, dimana pelajaran
diberikan dengan sistem halaqah yag dilakukan di tempat tempat ibadah semacam
masjid, musholla, bahkan rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong
masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan menstranfer lembaga agama dan
sosial yang sudah ada kedalam lembaga pandidikan islam di jawa.
Pendidikan dilakukan secara informal kontak person antara mubaligh dan
masyarakat sekitar yang tidak terancang dan terstuktural secara jelas dan
tegas. Pergaulan keseharian yang didalamnya mengandung unsur pendidikan,
seperti keteladanan yang diberikan para mubaligh menampakkan ketertarikan
masyarakat terhadap Islam. Pendidikan informaltidak terjadwal sehingga memicu
munculnya pendidikan formal. Muncul pendidikan formal antara lain:
Ø Masjid
Sebagai tempat implikasi dari
terbentuknya masyarakat muslim disuatu tempat, sebagai fungsi tempat ibadah
juga sebagai tempat pendidikan.
Ø Pesantren
Pada zaman walisongo dan maulana
malik ibrahim dipandang sebagai munculnya pertamama pesantren .5
Pendidikan Islam atau juga tranmisi islam yang dipelopori Walisongo
merupakan perjuangan brilliant yang diimplementasikan dengan cara sederhana,
yaitu menunjukkan jalan dan alernatif baru yang tidak mengusik tradisi dan
kebiasaan lokal, serta mudah ditangkap oleh orang awam karena
pendekatan-pendekatan Walisongo yang kongkrit dan realistis, tidak njelimet dan
menyatu dengan kehidupan masyarakat. Usaha-usaha ini dalam konsep modern sering
diterjemahkan sebagai model of develofment from within. Model ini, sekali lagi
menunjukkan keunikan Sufi Jawa yang mampu menyerap elemen elemen budaya lokal
dan asing, tetapi dalam waktu yang sama masih berdiri tegar di atas
prinsip-prinsip Islam.6 Approach dan wisdom Walisongo agaknya terlembaga dalam
satu esensi budaya pesantren dengan kesinambungan ideologis dan kesejarahannya.
Kesinambungan ini tercermin dalam hubungan filosofis dan keagamaan antara
taqlid dan modelling bagi masyrakat santri. Melalui konsep modelling, keagungan
Muhammad saw dan Kharisma Walisongo yang dipersonifikasikan oleh para aulia dan
kiai telah terjunjung tinggi dari masa ke masa.
Bagi Walisongo, mendidik adalah
tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak
kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini adalah “ Sayangi,hormati dan
jangalah anak didikmu,hargaila tingkah laku mereka sebagaimana engkau
memperlakukan anak turunmu. Beri mereka makanan dan pakaian hingga mereka dapat
menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.” 7
Ajaran-ajaran Walisongo tentu tidak
dapat dipisahkan dari ajaran dasar sufisme. Sufisme sebagai elemen aktif dalam
penyebaran Islam di Jawa. Terlihat jelas dengan kehadiran tariqat Qadariyyah,
Naqsabandiah, Syattariyah,serta Suhrawardiyyah yang telah berkembang dari abad
ke abad. Dikemudian hari walisongo terinstitusi dalam tradisi pesantren. Pola
hidup saleh, modelling dengan mencontoh dan mengikuti para pendahulu yang
terbaik, mengarifi budaya dan tradisi lokal, adalah ciri utama komunitas ini.
Satu abad sesudah walisongo, abad
17. Pengaruh Walisongo diperkuat oleh Sultan Agung yang memerintah di Mataram .
Sultan Agung merupakan penguasa terbesar di Jawa setelah pemerintahan Majapahit
dan Demak.8 Sultan Agung adalah pemimpin negara yang salih dan menjadi salah
satu rujukan utama bagi dunia santri.
Kesuksesan Sultan Agung menjadikan masyarakat santri memandangnya sebagai Ratu
adil. Saat itu Sultan Agung menawarkan tanah perdikan9 bagi kaum santri serta
memberi kehidupan intelektualisme keagamaan., hingga komunitas ini berhasil
mengembangkan lembaga pendidikan mereka
tidak kurang dari 300 pesantren. Sejalan dengan proses dinamis ini pendidikan
Isalm di jawa sebelum abad 19,khususnya pada masa Sultan Agung, dipandang oleh
Muhammad Yunus sebagai masa keemasan sistem pendidikan Islam.10
Kedatangan Islam yang diikuti dengan peradaban pesantren
bukan hanya merupakan subkultur saja, tetapi merupakan tandingan bagi budaya
Hindhu-kejawen yang berpusat di istana-istana kerajaan pedalaman. Konflik
budaya pesantren dengan kejawen
berlangsung dari zaman Majapahit hingga zaman Mataram.
-
Pendekatan
Pendidikan wali songo
Ada beberapa jenis bentuk pendekatan
Pendidikan walisongo dalam mempengaruhi masyarakat jawa, antara lain :
a. Modeling
Dalam dunia Islam Rosulullah adalah
pemimpin dan panutan sentral yang tidak diragukan lagi, dalam masyarakat santri
jawa diteruskan oleh para Walisongo. Yang perlu ditegaskan bahwa modeling
mengikuti tokoh pemimpin merupkan bagian terpenting dalam filsafat jawa.
b. Substanstif Bukan Kulit Luar
Ajaran Qur’an dan Hadits pada
dasarnya hubungan Tuhan dengan makhluk di bumi, dan tentang bagaimana agar
selamat lahir-batin,dunia akhirat. Tujuan Walisongo adalah bagaimana menerapkan
teori modalitas hubungan Allah dengan hamba-Nya.
c. Pendidikan Islam yang tidak
Deskriminatif
Pendidikan Islam Walisongo ditujukan
pada rekayasa mereka terhadap pendiran pesantren. Pendidikan yang merakyat
dijadikan kiblat dalam dunia pendidikan pesantren dewasa ini. Keberhasilan
Walisongo terhadap pendekatan ini terungkap dalam istilah populer Sabdo Pandito
Ratu yang berarti menyatunya pemimpin agama dan pemimpi negara.
d. Pendidikan Agama yang Understandable
and Applicable
Pendidikan Walisongo mudah ditangkap dan dilaksanakan. Pola pendidikan
terlihat dalam rumusan Jawa Klasik arep atatakena elmu,sakedarane lan
lampahaken ( carilah ilmu yang dapat dapat engkau praktekkan, terapkan). Pola
ini menyajikan pendidikan Islam melalui media wayang yang memasyarakat.
e. Pendekatan Kasih Sayang
Bagi walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama.
Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri.