Minggu, 17 Mei 2015

Masuknya wali songo dalam mempengaruhi budaya nusantara

Pada penulisan kali ini saya akan membahas mengenai kebudayaan yang disebarkan oleh wali songo . Dan dalam penulisan ini bahwa sangat erat sekali keterkaitan antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Menunjukkan bahwa pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan dan hanya terlaksana dalam masyarakat. Islam masuk di Jawa karena pengaruh Walisongo dan pesanteren melalui jalur pendidikan. Kebutuhan akan pendidikan masyarakat mendorong untuk mentranfer lembaga agama dan lembaga sosial kedalam lembaga pendidikan.
Dan kehebatan sufi di Jawa mampu meyerap elemen-elemen penting budaya lokal dan asing tetapi masih berdiri tegar prinsip-prinsip Islam .
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

-          Masuknya Islam di Jawa

Secara historis, walisongo marupakan tokoh penting dalam penyebaran islam ditanah pada abad 15-16 yang telah mengkombinasikan aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat. Bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru murid. Dalam penyebaran agama islam kesembilan wali  antara lain : Maulana Maalik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus,Sunan Muria, dan Sunan GunungJati ini mempunyai peran yang unik. Mulai dari maulana malik ibrahim yang menempatkan diri sebagai “ tabib”. Bagi kerajaan  hindu majapahit, sunan giri yang disebut para kolonias sebagai “ paus dari timur’. Hingga sunan kalijaga yang menciptakan karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat jawa, yakni nuansa hindhu dan budha. Para santri jawa berpendapat bahwa Walisongo adalah pemimpin umat yang sangat saleh dan dengan pencerahan spiritual religius mereka, bumi jawa yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar terang.3
  Era walisongo adalah era berakhirnya dominasi hindu-budha dan budaya Nusantara untuk digantikan kebudayaan islam . Mereka adalah simbol penyebaran islam di hindhu  khususnya di jawa, tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan kerajaan islam di jawa. Juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara lngsung membuat sembilan wali ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

-          Pendidikan di Jawa sesudah masuk islam
Sejarah awal perkembangan Islam Pendidikan menjadi prioritas utama masyarakat Islam Indonesia. Disamping karena besarnya arti Pendidikan, kepentingan islamisasi mendorong Umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendati dalam sistem sederhana, dimana pelajaran diberikan dengan sistem halaqah yag dilakukan di tempat tempat ibadah semacam masjid, musholla, bahkan rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan menstranfer lembaga agama dan sosial yang sudah ada kedalam lembaga pandidikan islam di jawa.
      Pendidikan dilakukan secara informal kontak person antara mubaligh dan masyarakat sekitar yang tidak terancang dan terstuktural secara jelas dan tegas. Pergaulan keseharian yang didalamnya mengandung unsur pendidikan, seperti keteladanan yang diberikan para mubaligh menampakkan ketertarikan masyarakat terhadap Islam. Pendidikan informaltidak terjadwal sehingga memicu munculnya pendidikan formal. Muncul pendidikan formal antara lain:
Ø  Masjid
Sebagai tempat implikasi dari terbentuknya masyarakat muslim disuatu tempat, sebagai fungsi tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan.
Ø  Pesantren
Pada zaman walisongo dan maulana malik ibrahim dipandang sebagai munculnya pertamama pesantren .5

      Pendidikan Islam atau juga tranmisi islam yang dipelopori Walisongo merupakan perjuangan brilliant yang diimplementasikan dengan cara sederhana, yaitu menunjukkan jalan dan alernatif baru yang tidak mengusik tradisi dan kebiasaan lokal, serta mudah ditangkap oleh orang awam karena pendekatan-pendekatan Walisongo yang kongkrit dan realistis, tidak njelimet dan menyatu dengan kehidupan masyarakat. Usaha-usaha ini dalam konsep modern sering diterjemahkan sebagai model of develofment from within. Model ini, sekali lagi menunjukkan keunikan Sufi Jawa yang mampu menyerap elemen elemen budaya lokal dan asing, tetapi dalam waktu yang sama masih berdiri tegar di atas prinsip-prinsip Islam.6 Approach dan wisdom Walisongo agaknya terlembaga dalam satu esensi budaya pesantren dengan kesinambungan ideologis dan kesejarahannya. Kesinambungan ini tercermin dalam hubungan filosofis dan keagamaan antara taqlid dan modelling bagi masyrakat santri. Melalui konsep modelling, keagungan Muhammad saw dan Kharisma Walisongo yang dipersonifikasikan oleh para aulia dan kiai telah terjunjung tinggi dari masa ke masa.
Bagi Walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri. Pesan mereka dalam konteks ini adalah “ Sayangi,hormati dan jangalah anak didikmu,hargaila tingkah laku mereka sebagaimana engkau memperlakukan anak turunmu. Beri mereka makanan dan pakaian hingga mereka dapat menjalankan syariat Islam dan memegang teguh ajaran agama tanpa keraguan.” 7
Ajaran-ajaran Walisongo tentu tidak dapat dipisahkan dari ajaran dasar sufisme. Sufisme sebagai elemen aktif dalam penyebaran Islam di Jawa. Terlihat jelas dengan kehadiran tariqat Qadariyyah, Naqsabandiah, Syattariyah,serta Suhrawardiyyah yang telah berkembang dari abad ke abad. Dikemudian hari walisongo terinstitusi dalam tradisi pesantren. Pola hidup saleh, modelling dengan mencontoh dan mengikuti para pendahulu yang terbaik, mengarifi budaya dan tradisi lokal, adalah ciri utama komunitas ini.
Satu abad sesudah walisongo, abad 17. Pengaruh Walisongo diperkuat oleh Sultan Agung yang memerintah di Mataram . Sultan Agung merupakan penguasa terbesar di Jawa setelah pemerintahan Majapahit dan Demak.8 Sultan Agung adalah pemimpin negara yang salih dan menjadi salah satu rujukan  utama bagi dunia santri. Kesuksesan Sultan Agung menjadikan masyarakat santri memandangnya sebagai Ratu adil. Saat itu Sultan Agung menawarkan tanah perdikan9 bagi kaum santri serta memberi kehidupan intelektualisme keagamaan., hingga komunitas ini berhasil mengembangkan lembaga pendidikan  mereka tidak kurang dari 300 pesantren. Sejalan dengan proses dinamis ini pendidikan Isalm di jawa sebelum abad 19,khususnya pada masa Sultan Agung, dipandang oleh Muhammad Yunus sebagai masa keemasan sistem pendidikan Islam.10
Kedatangan  Islam yang diikuti dengan peradaban pesantren bukan hanya merupakan subkultur saja, tetapi merupakan tandingan bagi budaya Hindhu-kejawen yang berpusat di istana-istana kerajaan pedalaman. Konflik budaya pesantren  dengan kejawen berlangsung dari zaman Majapahit hingga zaman Mataram.


-          Pendekatan Pendidikan wali songo
Ada beberapa jenis bentuk pendekatan Pendidikan walisongo dalam mempengaruhi masyarakat jawa, antara lain :
a.       Modeling
Dalam dunia Islam Rosulullah adalah pemimpin dan panutan sentral yang tidak diragukan lagi, dalam masyarakat santri jawa diteruskan oleh para Walisongo. Yang perlu ditegaskan bahwa modeling mengikuti tokoh pemimpin merupkan bagian terpenting dalam filsafat jawa.

b.      Substanstif Bukan Kulit Luar
Ajaran Qur’an dan Hadits pada dasarnya hubungan Tuhan dengan makhluk di bumi, dan tentang bagaimana agar selamat lahir-batin,dunia akhirat. Tujuan Walisongo adalah bagaimana menerapkan teori modalitas hubungan Allah dengan hamba-Nya.

c.       Pendidikan Islam yang tidak Deskriminatif
Pendidikan Islam Walisongo ditujukan pada rekayasa mereka terhadap pendiran pesantren. Pendidikan yang merakyat dijadikan kiblat dalam dunia pendidikan pesantren dewasa ini. Keberhasilan Walisongo terhadap pendekatan ini terungkap dalam istilah populer Sabdo Pandito Ratu yang berarti menyatunya pemimpin agama dan pemimpi negara.

d.      Pendidikan Agama yang Understandable and Applicable
Pendidikan Walisongo mudah  ditangkap dan dilaksanakan. Pola pendidikan terlihat dalam rumusan Jawa Klasik arep atatakena elmu,sakedarane lan lampahaken ( carilah ilmu yang dapat dapat engkau praktekkan, terapkan). Pola ini menyajikan pendidikan Islam melalui media wayang yang memasyarakat.

e.       Pendekatan Kasih Sayang
Bagi walisongo, mendidik adalah tugas dan panggilan agama. Mendidik murid sama halnya dengan mendidik anak kandung sendiri.